Kamis, 28 November 2013

Bulusaraung


Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook.svg dan Twitter logo.svg
[tutup]

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung


Air terjun Bantimurung



Air terjun Bantimurung di tahun 1883-1889 (litografi berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard)
Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (atau disingkat TN Babul) terletak di Sulawesi Selatan, seluas ± 43.750 Ha. Secara administrasi pemerintahan, kawasan taman nasional ini terletak di wilayah Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep).[1] Secara geografis areal ini terletak antara 119° 34’ 17” – 119° 55’ 13” Bujur Timur dan antara 4° 42’ 49” – 5° 06’ 42” Lintang Selatan. Secara kewilayahan, batas-batas TN Babul adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, Barru dan Bone, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep.
Taman nasional ini ditunjuk menjadi kawasan konservasi atau taman nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004. Saat ini dikelola oleh Balai Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, yang berkedudukan di kecamatan Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan.

Sebagai tempat wisata

Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung memiliki berbagai keunikan, yaitu: karst, goa-goa dengan stalaknit dan stalakmit yang indah, dan yang paling dikenal adalah kupu-kupu. Bantimurung oleh Alfred Russel Wallace dijuluki sebagai The Kingdom of Butterfly (kerajaan kupu-kupu. Taman Nasional ini merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang menyuguhkan wisata alam berupa lembah bukit kapur yang curam dengan vegetasi tropis, air terjun, dan gua yang merupakan habitat beragam spesies [termasuk [kupu-kupu]].
Taman Nasional ini memang menonjolkan kupu-kupu sebagai daya tarik utamanya. Di tempat ini sedikitnya ada 20 jenis kupu-kupu yang dilindungi pemerintah dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 7/1999. Beberapa spesies unik bahkan hanya terdapat di Sulawesi Selatan, yaitu Troides Helena Linne, Troides Hypolitus Cramer, Troides Haliphron Boisduval, Papilo Adamantius, dan Cethosia Myrana. Antara tahun 1856-1857, Alfred Russel Wallace menghabiskan sebagian hidupnya di kawasan tersebut untuk meneliti berbagai jenis kupu-kupu. Wallace menyatakan Bantimurung merupakan The Kingdom of Butterfly (kerajaan kupu-kupu). Menurutnya di lokasi tersebut terdapat sedikitnya 250 spesies kupu-kupu.
Lokasi wisata ini juga memeliki dua buah gua yang bisa dimanfaatkan sebagai wisata minat khusus. Kedua gua itu adalah Gua Batu dan Gua Mimpi.[2]
Selain di kawasan Bantimurung, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung memiliki berbagai macam lokasi ekowisata yang menarik. Di sana terdapat lebih dari 80 Gua alam dan Gua prasejarah yang tersebar di kawasan karst TN Bantimurung-Bulusaraung.

Sumpang Bita


Sumpang Bita


Tangga seribu. Salah satu tantangan bagi petualang gua adalah tangga seribu undakan yang harus dilewati sebelum akhirnya sampai di Gua Sumpang Bita. ARTEFAK PURBA. Lukisan di batu bagian belakang adalah saksi peninggalan manusia nomaden yang telah mengenal seni melukis. Selan gambar tangan juga terdapat lukisan PENINGGALAN PRASEJARAH. Gua Kumis Kucing, salah satu kawasan yang dijadikan perlidungan kaum nomaden Sulawesi. Gua ini masih dalam kawasan Sumpang Bita. Saksi Peradaban Lampau di Sulsel
Bagi kalangan yang bergelut dengan antrpologi dan arkeologi, nama Sumpang Bita, tentu saja tidak asing lagi bagi mereka. Kalangan inilah yang dominan mendatangi tempat ini, khususnya untuk sampai ke titik paling tertinggi tempat tersebut, yakni Gua Sumpang Bita. Tentu saja, masyarakat lainnya juga kerap mendatangi tempat bersejarah ini.

Namun dibandingkan masyarakat biasa, peneliti erkeologi mendatangi tempat ini untuk melakukan riset dan pendalaman terhadap saksi masa lampau tersebut. Kebanyakan masyarakat yang ke sana hanya sekedar mengagumi artefak-artefak yang ada di dalam gua. Itu pun jika mereka sampai ke atas, yakni di gua. Karena antara lembah sebagai gerbang awal Sumpang Bita dengan gua, jaraknya mencapai hingga 1.000 meter. Jarak yang tentu saja sangat menantang bagi petualang alam dan pecinta arkeologi.
Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan
Nama Sumpang bitasebetulnya jika ditelisik, memang awalnya hanya sebutan untuk sebuah gua. Namun jangan salah, justru karena gua tersebut tidak sama seperti gua-gua pada umumnya serta memiliki keunikan, sehingga begitu menarik. Sebutan untuk gua tersebut selanjutnya dijadikan nama untuk seluruh area yang masuk ke dalam kawasannya. Lokasi tersebut dinamakan Taman Purbakala Sumpang Bita.

Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan

Sumpang Bita saat ini memang sudah dilindungi. Itu karena memiliki gua yang menyimpan saksi dan bukti-bukti peradaban manusia saat masih nomaden alias belum memiliki rumah. Gua Sumpang Bita dijadikan sebagai rumah masyarakat yang diduga masih pra sejarah. Bukti-bukti tentang itu bisa dijumpai di dalam gua tersebut. Adanya fragmen-fragmen memang menguatkan jika dulu kawasan ini merupakan area perlindungan bagi kaum nomad tersebut.
Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan
Fragmen tersebut selanjutnya menjadi petunjuk bahwa manusia pada saat itu juga sudah memiliki peradaban dan budaya terutama dalam hal penuangan deskripsi indrawi ke dalam asosiasi atau media. Mereka telah mampu menuangkan realitas yang terlihat menjadi sesuatu yang bernilai seni, yakni membuat lukisan. Bahkan, mereka juga sudah mampu mendeskripsikan bagian-bagian tubuhnya ke dalam fragmentaris tadi, yakni aneka jenis lukisan.
Di dinding gua, memang terdapat aneka lukisan yang bernlai sejarah. Peneliti menduga jika lukisan-lukisan tersebut dibuat oleh sekolompok orang atu suku yang belum memiliki tempat tinggal menetap. Makanya, gua dijadikan sebagai tempat tinggal. Aneka jenis lukisan hewan dan bagian tubuh manusia, termasuk peralatan lain masih bisa disaksikan di dinding gua yang telah dipagari sekelilingnya tersebut.
Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan
Hal itu dilakukan untuk menghindari pengunjung yang datang menyentuh lukisan-lukisan historis tersebut. Lukisan di dominasi gambar tangan berbagai ukuran, mulai tangan anak-anak hingga tangan orang dewasa. Jumlahnya mencapai puluhan lukisan. Lalu ada juga lukisan hewan seperti babi dan rusa. Namun ada juga yang menyebutkan selain babi lukisan hewan tersebut adalah babi rusa, yakni jenis rusa yang perutnya menyerupai babi. Ada juga lukisan perahu. Mayoritas lukisan berwarna merah.
“Hasil penelitian ada yang menyebutkan bahwa bahan dasar pembuat lukisan diambil dari bahan-bahan alami,” ujar Jabbar, salah seorang petugas dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Makassar saat penulis berkunjung ke Sumpang Bita, Rabu, 30 Maret lalu.
Untuk sampai ke Sumpang Bita, tidaklah begitu sulit. Dari Pangkajene, Ibu Kota Kabupaten Pangkep, pengungjung hanya butuh waktu kurang lebih setengah jam menggunakan mobil sebelum akhirnya sampai di Kelurahan Balocci Baru Kecamatan Balocci. Jarak dari Pangkejene ke Balocci Baru hanya sekitar 20-an kilo meter. Untuk sampai ke kawasan Sumpang Bita, setidaknya harus menempuh jarak lagi kurang lebih dua sampai tiga kilo meter perjalanan.
Tiba di gerbang masuk Sumpang Bita, sudah ada petugas loket yang menyapa. Namanya Sudirman berusia 37 tahun. Honorer yang telah mengabdi sejak 1995 ini dengan ramah menyapa pengunjung yang datang. Sudirman bertugas sebagai kolektor retribusi masuk ke kawasan tersebut. Ia menjelaskan untuk orang dewasa, tarif yang harus dibayar Rp 2.000 sedangkan untuk anak-anak hanya Rp 1.000. Angka yang tentu saja murah untuk ukuran sebuah objek wisata.
Sudirman menempati pos khusus di bagian kiri gerbang masuk taman. Selain memungut retribusi, juga terdapat buku tamu yang harus diisi semua pengunjung yang datang. Kami yang kebetulan rombongan menggunakan mobil, dipersilahkan masuk ke dalam tanpa harus parkir di luar sebagaimana lazimnya jika ada pengunjung datang. “Khusus untuk tamu yang telah mendapat rekomendasi dari pemerintah, mobilnya bisa masuk. Namun hanya mobil kecil dengan penumpang terbatas yang dibolehkan,” ujar Jabbar, lelaki yang telah berusia 44 tahun tersebut.
Jabbar menuturkan, Sumpang Bita ramai dikunjungi oleh tetamu baik dari dalam negeri sendiri maupun dari luar Indonesia. Sering kali, kata dia, ada orang asing yang datang. Khusus untuk tamu seperti, kata dia, maka yang melayani dan menjadi guide-nya adalah petugas dari BP3 Makassar yang fasih berbahasa Inggris. Jabbar mengaku tak menguasai bahasa internasional tersebut. “Selama saya bertugas di sini sejak 1985, belum ada perubahan berarti pada lukisannya. Masih bertahan begitu,” katanya.
Bagi anda yang penasaran ingin melihat langsung artefak fragmen dan artefak, tak ada salahnya mengunjungi gua tersebut. Mulut Gua Sumpang Bita lebarnya mencapai 15 meter, sedangkan panjangnya antara 30 sampai 50 meter. Memiliki beberapa rongga di dalamnya. Sekira tiga meter dari mulut gua, terdapat lagi dua cabang gua yang lainnya.
KEBERADAAN Cagar Budaya Sumpang Bita rupanya tidak diketahui semua oleh masyarakat Pangkep, khususnya generasi mudanya. Walau sebagian mengaku pernah mendengarnya, namun untuk mengunjungi lokasi tersebut, hanya beberapa saja yang mengaku pernah ke sana. Kalau pun datang ke Sumpang Bita, kebanyakan tidak sampai ke gua.
Seperti yang diungkapkan salah seorang pemuda Pangkajene, Mujahidin, saat menemanipenulis ke Sumpang Bita. Pemuda usia 25 tahun ini mengakui jika sebelumnya ia sudah pernah berkunjung ke tempat itu. Hanya saja, ia tidak sampai di gua, melainkan hanya di bagian lembah. Gua Sumpang Bita memang berada di bebukitan. Setidaknya, ada beberapa bukit yang dilalui sebelum akhirnya sampai di gua tersebut.
“Ini pertama kali saya sampai di gua ini. Sebelumnya jika ke sini, hanya di bawah (maksudnya di lembah, red)” ujar Mujahidin yang akrab disapa Yoga tersebut sesaat setelah tiba di Gua Sumpang Bita, Kamis, 31 Maret lalu.
Yoga mengaku takjub dengan kondisi gua yang dikelilingi aneka lukisan yang dibuat manusia nomad itu. Tak henti-hentinya ia mengagumi setiap lukisan yang diamatinya. Ia mengaku terkesima karena lukisan tersebut menurutnya unik dan baru kali ini sempat melihatnya. Pemuda yang beralamat di Jalan Penghibur Kelurahan Mappasaile Kecamatan Pangkajene ini menyebut Gua Sumpang Bita sangat indah apalagi masih ada sisa stalaktik di sana. Bahkan, masih ada beberapa titik terlihat stalaktik yang masih hidup.
Pengakuan senada juga diutarakan Ismail Gau. Pemuda usia 24 tahun asal Kelurahan Bowongcindea Kecamatan Bungoro tersebut memuji keindahan Gua Sumpang Bita. Di dalam gua tersebut, ia masih bisa menyaksikan lukisan kaum nomad yang sangat langka itu. Kendati di bagian luar gua tidak ada lagi lukisan yang terlihat, namun di bagian dalam masih banyak. Jumlahnya mencapai 70-an lukisan. Namun dominan lukisan tangan berbagai ukuran, perahu, rusa, babi, dan beberapa lainnya.
Memang, terbilang sulit untuk mencapai Gua Sumpang Bita. Butuh waktu kira-kira satu jam untuk sampai ke gua. Jalanan yang mendaki menjadi tantangan tersendiri bagi yang ingin ke sana. Namun itu bukan masalah. Indahnya pepohonan serta syahdunya suara alam, menjadi hiburan tersendiri menemani perjalanan pengunjung. Dari atas bukit, Anda dapat menyaksikan indahnya pemandangan alam di bawahnya.

Pulau Kapoposan



Pulau Kapoposan

 Pulau Kapoposang merupakan obyek wisata bahari yang cukup terkenal. Selain menikmati keindahan alam, wisatawan juga dapat menyelam, snorkeling, dan memancing. Lokasi memancing di sekitar Pulau Kapoposang adalah salah satu yang terbaik di Indonesia. Datanglah dan nikmati liburan di Pulau Kapoposang.
Pulau Kapoposang adalah satu dari ratusan pulau kecil di jajaran spermonde Selat Makassar. Pulau ini terletak di Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Jarak dari Kota Makassar sekitar 68 kilometer (42 mil).
Secara administratif berada dalam wilayah Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan, dengan luasan sebesar 50. 000 hektar dan memiliki panjang batas 103 km. Posisi geografis kawasan ini berada di 118o 54’ 00 BT – 119o 10’ 00’’ BT dan 04o37’00’’ LS – 04o 52’ 00’’ LS. Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang terdiri atas tiga pulau berpenghuni yaitu Pulau Kapoposang, Pulau Papandangan, dan Pulau Gondong Bali. Selain itu juga memiliki tiga pulau kecil berpasir putih yang tidak berpenghuni yaitu Pulau Suranti, Pulau Pamanggangang, dan Pulau Tambakhulu.
Topografinya yang sangat mendukung untuk wisata bwah laut, menjadikan Pulau Kapoposang sebagai salah satu tempat diving terbaik di Sulsel. Fasilitasnya yang tersedia pun cukup lengkap, dimana pemerintah Kapuaten Pangkep telah membangun bungalow dengan tarif yang cukup terjangkau. Bagi penyelam profesional, Pulau Kapoposang adalah surga bawah laut, karena menyimpan berbagai eksotisme terumbu karang. Selain itu disekitarnya juga terdapat tiga pulau berpasir putih yang tidak berpenghuni, yaitu Pulau Suranti, Pulau Pamangganggang, dan Pulau Tambakhulu.
Bagi yang belum mengetahui Pulau Kapoposang, Pulau ini merupakan salah satu dari enam pulau yang masuk ke dalam Kawasan Konservasi Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang yang saat ini di bawah pengelolaan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang- Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sebagai destinasi wisata bahari andalan di Provinsi Sulawesi Selatan, Pulau Kapoposang mempunyai potensi pesona bawah air yang sangat memanjakan mata para pengunjung dan siap untuk dieksplore di Pulau ini.
Disisi lain, beragam jenis karang, baik karang keras, karang lunak, ikan karang dan hewan-hewan invertebrata, juga banyak terdapat diperairan pulau ini. Dalam perkembangan atau kondisinya saat ini. Diakui oleh Ketua DPRD Pangkep, Rizaldi Parumpa, mengatakan memang pengelolaan Pulau Kapoposang belum memberikan kontribusi yang cukup baik bagi pendapatan asli daerah (PAD) Pemkap Pangkep.
Setiap musim libur, pulau ini dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara. Pulau Kapoposang memang sangat indah dan memiliki banyak keistimewaan sebagai obyek wisata bahari. Hijau karena berbagai macam pepohonan.
Aktivitas menyenangkan yang bisa dilakukan di Pulau Kapoposang antara lain menyelam, snorkeling, memancing, melihat habitat penyu, dan menyaksikan panorama sunset serta sunrise.
Menyelam dan snorkeling sangat menyenangkan karena terumbu karang di sekitar pulau ini cukup sehat dan indah. Lagipula, kondisi perairan yang jernih dan tidak tercemar. Berbagai jenis ikan berwarna-warni seperti menari ceria menyambut wisatawan.
Ada beberapa titik andalan bagi para penyelam yang ingin menikmati pesona bawah air Pulau Kapoposang antara lain Titik Penyelaman Gua (Cave Point), Titik Hiu (Shark Point), dan Titik Penyelaman Penyu (Turtle Point).
Dan beberapa tempat menyelam yang masing masing menawarkan keunikan. Shark Point dan Tanjung Point merupakan tempat favorit karena banyak ikan di sana. Ada juga Aquarium point yang menyerupai akuarium dengan wrasse (ikan laut kecil) bermain di antara koral lunak dan karang.
Lebih jauh ke selatan, terdapat atol besar di tengah laut yang disebut Takabakang. Tempat ini merupakan favorit pemancing dan spear fishing. Arus di sana cukup kuat sehingga disukai ikan ikan besar seperti gerombolan tuna, schooling grouper, giant trevally, dan cod.
Habitat penyu adalah keindahan di sisi yang lain. Pantai Pulau Kapoposang menjadi tempat hewan langka ini bertelur. Wisatawan dapat menyaksikan tingkah penyu tanpa boleh mengganggu mereka. Hewan ini dilindungi.
Sebagai salah satu pulau terindah di kawasan Spermonde, Pulau Kapoposang memang telah menjadi salah satu pulau primadona yang ada di Sulsel. Pulau ini, terbuka bagi siapa saja yang ingin mengunjunginya. Syaratnya tidak sulit, hanya harus mematuhi peraturan yaitu tidak merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.




video

Mattampa


Mattampa
Dunia Fantasi atau Dufan merupakan surga bermain tidak hanya bagi anak-anak tetapi bagi segala usia. Di arena permainan ini, fantasi masa kecil dapat dengan bebas berkeliaran. Tidak hanya Jakarta yang memiliki Dufan tetapi juga Pangkep yang lebih terkenal sebagai pemasok ikan bandeng.
Bunyi gemericik air ditingkahi suara anak kecil yang terlihat begitu gembira bermain air dengan teman sebayanya merupakan pemandangan yang lazim ditemui di Dunia Fantasi Mattampa Pangkep. Jika Dufan di Taman Impian Jaya Ancol Jakarta hanya diisi dengan berbagai arena permainan yang menguji  adrenalin dan ketangkasan, Dufan Mattampa melengkapi arena permainan yang dimilikinya dengan permandian alam layaknya waterboom.
Dunia Fantasi Mattampa terletak di Bungoro Kabupaten Pangkep yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Maros dan Barru. Pusat rekreasi yang dibangun diatas lahan seluas 12 hektar ini dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar 2 jam menggunakan kendaraan dari pusat Kota Makassar. Pusat rekreasi ini dikelola oleh Abadi Megah Promosindo yang juga pernah mengelola wisata yang sama di Rengat, Dumai dan Probolinggo. Untuk Sulawesi Selatan sendiri, arena permainan ini merupakan yang pertama dibangun.
Dengan membayar retribusi sebesar Rp. 5000,- dan Rp. 1000,- untuk biaya parkir Anda telah dapat memasuki pusat rekreasi ini. Dunia Fantasi Mattampa ini menawarkan berbagai arena permainan yang tentunya dapat menghilangkan penat Anda dan keluarga seperti komedi putar, kincir, bebek-bebek, kereta gajah, dan kereta wisata. Dengan mengeluarkan kocek sebesar Rp. 25.000,- Anda akan mendapatkan tiket terusan yang digunakan untuk menikmati seluruh fasilitas permainan yang disediakan oleh pengelola. Tetapi Anda pun dapat memilih permainan dengan hanya membayar Rp. 5000 untuk setiap fasilitas permainan. Fasilitas permainan ini seluruhnya berdurasi selama lima menit, bila Anda merasa belum puas maka dapat membeli tiket lagi di loket yang telah disediakan.
Jika Anda dan keluarga tidak ingin mengeluarkan dana yang terlalu besar, pengelola menyediakan arena permainan yang dapat dinikmati tanpa mengeluarkan kocek sepeserpun, seperti ayunan, luncuran dan lompat tali. Tetapi tentunya sensasi yang ditawarkan akan berbeda dengan arena permainan yang berbayar.
Setelah puas bermain di arena permainan, Anda dapat menyegarkan badan dengan menceburkan diri di kolam renang yang juga berada di kawasan Dunia Fantasi ini. Untuk menikmati kolam renang ini, pengelola membebankan tarif sebesar Rp.10.000 untuk dewasa dan Rp.5000 untuk anak-anak, serta di luar hari Minggu dan Sabtu terdapat diskon 50 persen khusus pelajar.Dengan membayar retribusi sebesar Rp. 5000,- dan Rp. 1000,- untuk biaya parkir Anda telah dapat memasuki pusat rekreasi ini. Dunia Fantasi Mattampa ini menawarkan berbagai arena permainan yang tentunya dapat menghilangkan penat Anda dan keluarga seperti komedi putar, kincir, bebek-bebek, kereta gajah, dan kereta wisata. Dengan mengeluarkan kocek sebesar Rp. 25.000,- Anda akan mendapatkan tiket terusan yang digunakan untuk menikmati seluruh fasilitas permainan yang disediakan oleh pengelola. Tetapi Anda pun dapat memilih permainan dengan hanya membayar Rp. 5000 untuk setiap fasilitas permainan. Fasilitas permainan ini seluruhnya berdurasi selama lima menit, bila Anda merasa belum puas maka dapat membeli tiket lagi di loket yang telah disediakan.
Jika Anda dan keluarga tidak ingin mengeluarkan dana yang terlalu besar, pengelola menyediakan arena permainan yang dapat dinikmati tanpa mengeluarkan kocek sepeserpun, seperti ayunan, luncuran dan lompat tali. Tetapi tentunya sensasi yang ditawarkan akan berbeda dengan arena permainan yang berbayar.
Setelah puas bermain di arena permainan, Anda dapat menyegarkan badan dengan menceburkan diri di kolam renang yang juga berada di kawasan Dunia Fantasi ini. Untuk menikmati kolam renang ini, pengelola membebankan tarif sebesar Rp.10.000 untuk dewasa dan Rp.5000 untuk anak-anak, serta di luar hari Minggu dan Sabtu terdapat diskon 50 persen khusus pelajar




video

Kali Bersih



Kali Bersih
Dari itu sepulang dari permandain saya menemukan hal unik yang tak kalah menarik lagi dengan permandian matammpa yang gak bisa saya dapatkan diantara beberapa kabupaten yang pernah saya kunjungi disulawesi “Kali bersih kabupaten pangkep” Kali Pangkep ini telah dibenahi oleh pemerintah setempat hingga suasananya menjadi Asri, dan kali bersih Pangkep dijadikan tempat melepas lelah pada sore dan malam hari.
ng yang cukup jernih dan dan terjamin kebersihanya mengapa saya katakan demikian karna Mata Air ditempat permandian tersebut berasal dari mata air pegunungan yang masih terjaga kelestariannya, mungkin cuma itu yang sempat saya bahas menegenai permandian alam waterboom matammpa, nah lanjut
Dari itu sepulang dari permandain saya menemukan hal unik yang tak kalah menarik lagi dengan permandian matammpa yang gak bisa saya dapatkan diantara beberapa kabupaten yang pernah saya kunjungi disulawesi “Kali bersih kabupaten pangkep” Kali Pangkep ini telah dibenahi oleh pemerintah setempat hingga suasananya menjadi Asri, dan kali bersih Pangkep dijadikan tempat melepas lelah pada sore dan malam hari.

Kali Bersih Kabupaten Pangkep


Kali Bersih Kabupaten Pangkep

Berikut ini beberapa foto yang sempat saya jepret pada waktu saya singgah di kali bersih kabupaten pangkep





video untuk kali bersih pangkep

Jembatan Pangkep




Kali Bersih Kabupaten Pangkep

Mohon maaf untuk foto cuma sedikit karena dalam masa pengambilan gambar, jadi tidak sempat saya berikan foto-foto yang lebih menarik dan lebih banyak lagi mengenai Kali Bersih Kabupaten Pangkep, jika anda merasa Penasaran silahkan Berwisata ke Pangkep, ditunggu yah kunjugannya

Senin, 11 November 2013

Karst Kabupaten Pangkep


In general, the karst landscape is hilly and has mountainous terrains. The mountainous area is situated in the north east or located in the Bulusaraung Mountains. The highest peak of the mountain is 1,565 m above sea level in the northern side of Bulusaraung Mountain. This side of the mountain has a steep slope with rough texture. The climate in the Maros Pangkep area is tropical with the dry season between the months of November to April meanwhile the rainy season runs from May to October. The temperature ranges from 210 C - 310 C or on average 26.40 C, with fluctuating humidity. The area of the Pangkep conservation forest covers around ± 21.631 hectares from the total forest area of 32.503 hectares. Most of the conservation forest is within the karst area that is part of the National Park of Bantimurung and Bulusaraung (Babul).

Justification of Outstanding Universal Value

In view of the potential of Karst Maros-Pangkep area to be nominated as a World Heritage under the criteria in the Operational Guidelines for the Implementation of the Word Heritage Convention, the criteria to be considered as the basis for the world nomination is:

(ix) Contains natural habitat that has significant value and is important for biodiversity conservation including endangered species that have universal values from the point of view of science and conservation. Mengambarkan masterpiece dan kecerdasan intelektual umat manusia

The Karst Maros-Pangkep area illustrates a sample that represents important values of continued knowledge development in the history of earth, fresh water and coastal ecosystems as well as biota and fauna community as indicated by the following:
The Karts Maros-Pangkep Area not only presents a unique landscape but also has archaeological sources of prehistoric caves and its heritage that date back to  housands of years ago.
In the Karts Maros-Pangkep Area there are various types of flora among others: Bintangur (Calophyllum sp.), Beringin (Ficus sp.), Enau(Arenga pinnata), Nyato (Pala quium obtusifolium), and several from the familiy of  Homalanthus, Lagerstroemia, Pterospermum, Kleinho via, Villebrunea and numerous endemic flora among others the Sulawesi black wood (Diospyros celebica) and Sepang wood or Sappang (Caesalpina sappan) which is used by the local people as a drink mixture. The typical wild fauna that are endemic found by researchers and biologists from the Indonesian Institute of Science and from France are among others the Black Monkey (Macaca maura), the Sulawesi possum kuskus (Phectarelanger celebencis), the Sulawesi civet weasel (Macrogolidia mussenbraecki), deers (Cervus timorensis), the black Enggang bird (Hectarelsion cloris), Swiftlet swallows (Aeroramus fluaphectaregus), Bats (Megachiroptera), butterflies (Papilio blumei,Papilio satapsesTroides hectarelipton,), various types of amphibia and reptiles such as the python snake (Phyton), Leaf snake, Large Lizards (Paranus sp.), cave bees (Eustra Saripaensis), Troides helena reticulates Cave crabs (Cancroecea Xenomorpha Ng.), Cave scorpions (Chaerilus Sabinae Lourenco) and several aquatic fauna such theIsopoda Aquatic and Cirolana Marosina.
In this region there are hundreds of caves with stalagtits and stalagmit, of which 89 of them are prehistoric caves that contain prehistoric Rock Art Painting, prehistoric stone tools, kitchen waste consisting of shells from an ancient Mollusca. The Karts Maros-Pangkep Area covers an area of 43,750 hectares that comprises of a mining area of 20,000 hectares and the remaining 23,750 hectares are part of the conservation area of the National Park of Bantimurung Bulusaraung.
Other potentials of the Karts Maros-Pangkep Area are:
a. The home industry: for example the people already have skills to make woven mats, woven containers for cooked rice, head covers (saraung), rice covers, hats baskets, to produce brown sugar and other products. The main ingredients and tools to make these products are derived from surrounding environment, such as the leaves of a certain palm tree (enau), rumbia leaves (for sago), palm leaves to be woven into mats, meanwhile the brown sugar is made from the flower sap of a special type of palm tree (lontar and enau).
b. The tradition to go down to the paddy fields: Similar to the agrarian people of South Sulawesi, the people of the Maros-pangkep also have a tradition to go down to the paddy fields. The ritual starts from thetudang sipulung, choosing the seedlings, planting the seedlings, weeding the paddy fields, maddongi, and the tradition of mappadendang. The tradition of Mappadendang follows several steps and the most interesting part is at harvest time when the young start mating and finally marry.
c. In addition to these traditions, there are also cultural arts from the region namely the traditional dances. From the Maros Regency tehre are traditions and dances such as the Ma'raga dance, Mappadendang dance, Ma'kampiri dance, Salonreg dance, Pepe-pepe dance, mamuri-muri dance, Tubaranina dance, Marusu dance, and the celebration the Muharram month, and the birth of the prophet Muhammad, Appalilli, Katto Bokko, Decorated boat competition, Mallangiri, Kalubampa Dance, and Kesong-kesong dance.
Justification of Outstanding Universal Value
In view of the potential of Karst Maros-Pangkep area to be nominated as a World Heritage under the criteria in the Operational Guidelines for the Implementation of the Word Heritage Convention, the criteria to be considered as the basis for the world nomination is:

(ix) Contains natural habitat that has significant value and is important for biodiversity conservation including endangered species that have universal values from the point of view of science and conservation. Mengambarkan masterpiece dan kecerdasan intelektual umat manusia

The Karst Maros-Pangkep area illustrates a sample that represents important values of continued knowledge development in the history of earth, fresh water and coastal ecosystems as well as biota and fauna community as indicated by the following:
The Karts Maros-Pangkep Area not only presents a unique landscape but also has archaeological sources of prehistoric caves and its heritage that date back to  housands of years ago.
In the Karts Maros-Pangkep Area there are various types of flora among others: Bintangur (Calophyllum sp.), Beringin (Ficus sp.), Enau(Arenga pinnata), Nyato (Pala quium obtusifolium), and several from the familiy of  Homalanthus, Lagerstroemia, Pterospermum, Kleinho via, Villebrunea and numerous endemic flora among others the Sulawesi black wood (Diospyros celebica) and Sepang wood or Sappang (Caesalpina sappan) which is used by the local people as a drink mixture. The typical wild fauna that are endemic found by researchers and biologists from the Indonesian Institute of Science and from France are among others the Black Monkey (Macaca maura), the Sulawesi possum kuskus (Phectarelanger celebencis), the Sulawesi civet weasel (Macrogolidia mussenbraecki), deers (Cervus timorensis), the black Enggang bird (Hectarelsion cloris), Swiftlet swallows (Aeroramus fluaphectaregus), Bats (Megachiroptera), butterflies (Papilio blumei,Papilio satapsesTroides hectarelipton,), various types of amphibia and reptiles such as the python snake (Phyton), Leaf snake, Large Lizards (Paranus sp.), cave bees (Eustra Saripaensis), Troides helena reticulates Cave crabs (Cancroecea Xenomorpha Ng.), Cave scorpions (Chaerilus Sabinae Lourenco) and several aquatic fauna such theIsopoda Aquatic and Cirolana Marosina.
In this region there are hundreds of caves with stalagtits and stalagmit, of which 89 of them are prehistoric caves that contain prehistoric Rock Art Painting, prehistoric stone tools, kitchen waste consisting of shells from an ancient Mollusca. The Karts Maros-Pangkep Area covers an area of 43,750 hectares that comprises of a mining area of 20,000 hectares and the remaining 23,750 hectares are part of the conservation area of the National Park of Bantimurung Bulusaraung.
Other potentials of the Karts Maros-Pangkep Area are:
a. The home industry: for example the people already have skills to make woven mats, woven containers for cooked rice, head covers (saraung), rice covers, hats baskets, to produce brown sugar and other products. The main ingredients and tools to make these products are derived from surrounding environment, such as the leaves of a certain palm tree (enau), rumbia leaves (for sago), palm leaves to be woven into mats, meanwhile the brown sugar is made from the flower sap of a special type of palm tree (lontar and enau).
b. The tradition to go down to the paddy fields: Similar to the agrarian people of South Sulawesi, the people of the Maros-pangkep also have a tradition to go down to the paddy fields. The ritual starts from thetudang sipulung, choosing the seedlings, planting the seedlings, weeding the paddy fields, maddongi, and the tradition of mappadendang. The tradition of Mappadendang follows several steps and the most interesting part is at harvest time when the young start mating and finally marry.
c. In addition to these traditions, there are also cultural arts from the region namely the traditional dances. From the Maros Regency tehre are traditions and dances such as the Ma'raga dance, Mappadendang dance, Ma'kampiri dance, Salonreg dance, Pepe-pepe dance, mamuri-muri dance, Tubaranina dance, Marusu dance, and the celebration the Muharram month, and the birth of the prophet Muhammad, Appalilli, Katto Bokko, Decorated boat competition, Mallangiri, Kalubampa Dance, and Kesong-kesong dance.


Karst Kampung Belae Kabupaten Pangkep adalah karst terbesar nomor dua dunia sesudah Negara China, hal ini di ungkapkan oleh panitia lokal, saat diadakan pagelaran International Cave Festival di Kampung Belae, Kab. Pangkep Sulsel dan dibawah ini adalah Koleksi foto foto Karst Pangkep